Lean Startup : Metode Membangun Startup yang Tervalidasi Pasar

0
902 views
lean startup

Mungkin bisa dikatakan bahwa saat ini milenial sedang demam startup. Ya, banyak mereka berlomba-lomba membangun startup. Tapi melihat pemberitaan yang ada rasanya cukup miris karena fakta menunjukkan bahwa 9 dari 10 startup berakhir pada kegagalan. Oleh sebab itu, perlu metode yang tepat seperti lean startup.

Metode ini dipopulerkan oleh Eric Ries. Ia lahir di Amerika dan terkenal sebagai seorang entrepreneur, blogger dan author.

Ia meluncurkan buku yang saat ini menjadi pegangan para punggawa startup yang berjudul lean startup.

Metode lean startup ini akan membantu meminimalisir kegagalan startup ketika hendak masuk ke dalam pasar. Sehingga startup tersebut dapat berkembang dan bertumbuh dengan baik sebagaimana gojek, tokopedia dan bukalapak yang sudah menjadi startup unicorn.

Lean Startup
sumber: mime.asia

Definisi Startup

Mari awali dengan pembahasan terkait definisi startup itu sendiri. Eric Ries menyebutkan bahwa startup adalah institusi manusia yang dirancang untuk menciptakan sebuah produk atau layanan baru ditengah ketidakpastian pasar.

Dalam definisi ini bisa kita perhatikan bahwa ada 2 kata kunci yaitu institusi manusia dan ketidakpastian pasar.

Penekanan pada kata kunci institusi manusia adalah bahwa bicara soal startup bukan bicara produk tapi ia berbicara soal manusia di dalamnya.

Produk boleh berbeda tetapi manusia di dalamnya harus konsisten karena mereka yang akan melihat kebutuhan pasar yang sesungguhnya di tengah ketidakpastian pasar. Yap, era saat ini pasar benar-benar tidak pasti.

Kita akan sulit untuk menebak apa yang sesungguhnya dibutuhkan pasar bila tidak dilakukan pengujian yang jelas. Pakai asumsi boleh gak?

Dilarang keras menggunakan asumsi, karena itu hanya akan membuat produk Anda sia-sia. Daripada buang waktu, tenaga dan biaya untuk produk yang belum tentu dibutuhkan pasar, kan?

Untuk melakukan pengujian, Eric Ries merumuskan dua metode pengujian atau hypothesis yaitu value hypotesis dan growth hypothesis. Mari kita bahas satu persatu.

Baca Juga: Marketing Mix 7P Panduan Lengkap untuk Anda Para Marketer

Lean Startup
sumber: materially social

Value Hypothesis

Value hypothesis atau hipotesis nilai adalah sebuah hipotesis yang mencoba untuk membuktikan apakah produk yang akan diluncurkan memiliki nilai manfaat terhadap pelanggan.

Nilai ini tidak hanya dilihat dari uang tetapi juga dari tenaga dan waktu yang dikeluarkan pelanggan. Katakanlah gojek, apakah gojek diminati hanya karena ia murah?

Tidak juga, gojek diminati karena ia memiliki nilai kepraktisan kepada pelanggannya. Ia membuat segala hal menjadi mudah.

Lalu bagaimana dengan produk Anda? Untuk mengujinya Anda perlu membuat Minimum Viable Product (MVP). Yaitu sebuah usaha untuk membuat sebuah produk dengan effort minimal untuk memastikan apakah produk tersebut benar-benar dibutuhkan pasar.

Definisi lainnya yaitu sekumpulan fitur minimum yang benar-benar dibutuhkan harus secepatnya diuji kepada pelanggan.

Misalnya, Anda membuat startup dengan produk e-learning. Anda berasumsi bahwa saat ini masyarakat butuh pembelajaran yang efektif tanpa harus keluar rumah. Maka sebelum Anda membuat fitur berupa website beserta atributnya yaitu kuis, sertifikat dan sebagainya.

Buat dulu saja video di youtube dan lihat berapa banyak orang yang menyaksikan. Disitulah Anda akan melihat seberapa efektif masalah dengan solusi yang Anda tawarkan.

Lean Startup
sumber: economic times

Growth Hypotesis

Hipotesis yang kedua didalam lean startup adalah hipotesis pertumbuhan. Ini akan menunjukkan seberapa jauh perusahaan atau startup bisa bertumbuh.

Growth Hypothesis ini dapat diukur dengan menggunakan growth engine.

Apa saja growth engine tersebut?

Pertama adalah sticky growth, yaitu seberapa jauh kemampuan startup untuk bisa membuat pelanggan atau customer lengket kepada produk yang dihadirkan dan tidak berpaling ke lain hari.

Kedua adalah growth rate, yaitu tingkat pertumbuhan yang dapat dilihat dari dua hal yaitu customer acquisition rate alias new customer dan churn rate alias customer loss.

Perhitungan mudahnya gini, misal new customer sebanyak 40 dari 100 yang ditargetkan artinya customer acquisition rate-nya adalaah 40%. Kemudian dari 100 customer yang ada Anda kehilangan 15 customer artinya churn rate-nya adalah 15%.

Sehingga growth rate-nya adalah 40%-15% = 25%.

Ketiga adalah viral engine, yaitu pertumbuhan eksponensial yang didorong oleh customer dengan cara menyebarluaskan produk dari mulut ke mulut.

Ukurannya dapat dilihat dari Viral Coefficient. Rumusnya adalah :

additional new customer dibagi existing customer. Contoh, jika 10 customer saat ini bisa mengajak 5 new customer maka viral coefficient-nya adalah sebanyak 5%.

Keempat adalah paid engine, yaitu pertumbuhan yang didapatkan melalui aktivitas berbayar seperti iklan di Facebook, google dan instagram.

Rumus untuk menghitungnya disebut dengan CPA atau cost per acquisition. Perhitungannya yaitu :

Advertising cost dibagi new customer. Misal, Anda menghabiskan biaya iklan sebanyak Rp100.000. Dari biaya tersebut Anda mendapatkan 50 konsumen baru artinya CPA Anda adalah sebesar Rp2000/customer (Rp100.000/50).

Ada juga istilah lain yang disebut Acquired Lifetime Value (LTV) yang dirumuskan dengan Lifetime Customer Revenue dikurangi Variable Cost to Serve.

Misal, bila setiap Customer yang datang belanja senilai Rp100.000 dan Variable cost yang dikeluarkan perusahaan adalah Rp20.000 maka LTVnya alias profit = Rp80.000

Sehingga rerata keuntungan marjinal perusahaan adalah LTV dikurang CPA atau Rp80.000 – Rp2.000 = Rp78.000.

Lean Startup
sumber : search engine journal

Uji Hipotesis Gunakan Eksperimen

Nah, kedua hipotesis tersebut tentunya perlu diuji. Pengujian atas kedua hipotesis tersebut bukan dilakukan dengan riset pasar melainkan dengan eksperimen.

Mengapa demikian?

Eric Ries menyebutkan bahwa eksperimen jauh lebih valid ketimbang riset pasar. Beberapa alasan mengapa Eric Ries mengedepankan eksperimen diantaranya:

  1. Survey seringkali tidak akurat.
  2. Lebih cepat dan murah.
  3. Mempelajari kebutuhan customer dengan lebih mendalam.
  4. Eksperimen yang sukses bisa menjadi prototipe awal dari produk kita.

Untuk bisa menggunakan metode ini maka diperlukan validated learning (pembelajaran yang tervalidasi). Ia adalah penggunaan metode ilmiah untuk menguji hipotesis dengan ukuran yang jelas dengan key metrics.

Dengan adanya pembelajaran yang tervalidasi ini maka sebuah startup bisa melakukan koreksi terhadap produknya. Eric Ries menamakan koreks ini dengan sebutan pivot, yaitu koreksi langkah yang terstruktur dirancang untuk menguji hipotesis terkait produk, strategi dan mesin pertumbuhan.

Baca Juga: Strategi Massive Imperfect Action karya Mario Brown

Lean Startup
sumber: medium

Build, Measure dan Learn

Nah, inilah tiga kata kunci ketika Anda ingin membuat startup yang ramping atau lean startup. Digambarkan berbentuk lingkaran menandakan sebuah proses yang harus dilakukan berulang-ulang.

Build, artinya sebuah startup harus membangun atau membuat produk dengan murah dan cepat.

Measure, artinya semua inisiatif produk yang dibuat harus ada ukurannya. Bisa dilihat dari seberapa cepat customer merespon produk kita.

Learn, artinya terus belajar untuk terus memperbaiki diri apabila feedback dari customer terhadap produk kita tidak begitu bagus.

Kalau sudah begitu, maka jangan ragu untuk melakukan pivot alias balik arah agar produk selanjutnya bisa lebih bagus dan dapat menjawab kebutuhan customer.

Baca Juga: Panduan Lengkap Email Marketing

Penutup

Demikianlah penjelasan tentang lean startup yang layaknya diketahui oleh para punggawa startup. Membuat startup modal nekat tentu bukanlah hal yang bagus.

Diperlukan persiapan atau perancangan yang matang agar produk yang dihasilkan betul-betul dapat menjawab kebutuhan customer. Tapi jangan terlalu banyak mikir juga nanti gak jadi-jadi tuh produk.

Buat dulu saja MVPnya nanti akan terlihat seberapa efektif produk yang startup Anda hasilkan terhadap masalah yang dihadapi customer.

Semoga artikel ini bermanfaat dan silahkan untuk disebarkan seluas-luasnya.

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here