Tupperware Terancam Bangkrut, Ini Pelajaran Bisnis yang Bisa Diambil

0
155 views

Raksasa bisnis yang menyediakan berbagai peralatan rumah tangga terkhusus wadah makanan dan minuman yaitu Tupperware memberi kabar mengejutkan. Pasalnya bisnis yang brand-nya digemari oleh para ibu-ibu tersebut terancam bangkrut.

Hal ini terlihat dari anjloknya saham perusahaan asal Amerika ini hingga 50% dalam seminggu terakhir.

Bahkan bursa saham New York menyebutkan bahwa perusahaan ini berisiko untuk dihapus dari listing saham karena terlambat menyerahkan laporan tahunannya.

Dampak dari turun drastisnya pendapatan Tupperware membuat perusahaan ini melakukan PHK dan menjual beberapa aset portofolionya.

Disebutkan dari The Guardian pada Kamis, 13 April 2023, bahwa Tuppperware tidak memiliki cukup dana untuk membiayai operasionalnya.

 “Tupperware mengatakan tidak akan memiliki cukup uang tunai untuk mendanai operasinya kecuali dapat memperoleh dana tambahan dalam beberapa hari mendatang.

Perusahaan mengatakan sedang mempertimbangkan untuk melakukan PHK dan menjual beberapa portfolio real estatenya untuk menghemat uang.”

Dilansir dari CNBC Indonesia, kegagalan Tupperware disebabkan karena dirinya kalah bersaing dengan kompetitornya dalam produk wadah makanan.

Pesaing mereka menang dalam media sosial terkhusus instagram dan tiktok yang selama ini tidak terlalu difokuskan oleh Tupperware.

Meskipun Tupperware berhasil menggaet pasar ibu-ibu tapi tidak untuk pasar anak-anak muda. Mereka dikalahkan oleh pesaingnya dalam menggaet pasar anak muda.

Lantas apa saja yang bisa dipelajari dari kondisi bangkrutnya Tupperware?

Baca Juga: Ternyata Inilah 5 Alasan Penyebab Startup Bangkrut!

Cash is King

Cash is king, suatu istilah yang pastinya tidak asing didengar.

Salah satu aset yang penting bagi sebuah perusahaan agar tetap bertahan menghadapi situasi apapun adalah dengan memiliki cash yang cukup.

Tidak cukup bila revenue sudah bagus sedang cash ternyata tidak memenuhi. Kesalahan Tupperware adalah tidak memiliki cash yang cukup untuk membiayai operasional perusahaan.

Alhasil operasional jadi terhambat, dampaknya pergerakan bisnispun juga ikut terhambat.

Segera Adaptasi dengan Perkembangan Zaman

Salah satu kesalahan fatal Tupperware adalah merasa berpuas diri karena merasa telah menjadi “market leader” pada bidang wadah makanan dan minuman.

Ia tidak langsung masuk ke dalam zona digital yang sedang digandrungi terkhusus oleh kalangan milenial. Bagi siapapun yang memiliki bisnis penting bagi dirinya untuk mampu beradaptasi dengan perkembangan zaman.

Saat ada sesuatu yang baru maka pemilik bisnis sudah harus mempersiapkan diri untuk bisa mengikutinya karena tidak dapat dipungkiri bahwa behaviour market bisa sangat cepat berubah.

Bila perubahan behaviour market tidak dapat diikuti maka siap-siap untuk tertinggal dan yang pasti pendapatan akan menurun drastis.

Baca Juga: Cara Perusahaan Bertahan di Masa Pandemi

Waspadai Kompetitor Baru

Tupperware kecolongan dalam hal ini. Mereka kini telah dikalahkan oleh para pemain baru di pasar wadah makanan dan minuman.

Dalam teori Five Forces Potter yang dirumuskan oleh Michael Potter disebutkan salah satu ancaman yang harus diwaspadai oleh pebisnis yaitu threat of new entrants (ancaman pendatang baru).

Para pendatang baru ini seringkali melakukan disrupsi terhadap para pemain lama sehingga para pemain lama bisa sangat mudah tertinggal.

Dampaknya status quo mereka yang seharusnya menjadi market leader perlahan tergerus oleh para pemain baru.

Baca Juga: False Belief Customer yang Harus Diketahui untuk Meningkatkan Penjualan

Adaptasi Model Bisnis

Tupperware sejak berdirinya hingga sekarang mengadopsi model bisnis direct sales.

Mereka hanya bisa membeli produk Tupperware melalui pihak yang memang sudah terdaftar sebagai member Tupperware atau yang sering disebut upline dan downline.

Model bisnis ini tentunya sudah tidak akan bisa bertahan karena behaviour market lebih memilih pembelian secara daring.

Peneliti dari Institute of Economic and Finance (INDEF) yaitu Nailul Huda bahkan menyebutkan bahwa bila Tupperware bertahan dengan model bisnis tersebut maka siap-siap saja untuk gulung tikar.

Sebagai pelaku bisnis, maka wajib untuk bisa beradaptasi dengan model bisnis.

Bila dirasa sudah tidak memungkinkan untuk mempertahankan model bisnis yang saat ini digunakan maka putuskanlah untuk pivot.

Dengan pivot yang tepat maka bisnis akan tetap bisa bertahan dalam jangka waktu beberapa tahun ke depan.

Itulah 4 pelajaran bisnis yang bisa diambil dari kondisi Tupperware yang terus mengalami penurunan pendapatan dan terancam gulung tikar.

Semoga pelajaran ini bisa diambil hikmahnya dan bisa diterapkan pada bisnismu. Teruslah belajar dan adaptasi agar bisnis bisa bertahan dalam situasi apapun.

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here